Kampanye Cagub Bukan Suara Rakyat

 
Hampir setiap hari, semua media lokal maupun nasional merekam semua kagitan kampanye yang dilakukan oleh para bapak-bapak dan ibu-ibu calon Gubernur Jawa Barat. Semuanya berlomba-lomba dengan segala cara, dari mulai datang ke pelosok-pelosok desa terpencil untuk mendengarkan suara-suara rakyat sambil membagikan semacam kartu-kartu sakti dengan bermacam atribut, dengan harapan warga Jawa Barat dapat memilih dirinya untuk mejadi pemimpin mereka nantinya. 

Sebenarnya pernahkah diantara bapak-bapak dan ibu-ibu tanpa atribut macam-macam bersedia turun ke pelosok-pelosok desa terpencil bukan hanya dalam momen kampaye, dan merasakan hidup bersama rakyat seminggu saja? Mungkin hanya dengan cara demikian, kita bisa merasakan apa yang sesungguhnya di rasakan rakyat dan apa sesungguhnya yang mereka inginkan. 

Kalau tidak, bagaimana mungkin bapak-bapak dan ibu-ibu bisa mengatakan, kalau apa yang bapak-bapak dan ibu-ibu katakan setiap hari di media cetak ataupun di televisi merupakan suara aspirasi rakyat? Mungkin juga diantara bapak-bapak dan ibu-ibu ada yang pernah bahkan sering untuk mengunjungi pelosok-pelosok desa terpencil, syukurlah kalaupun pernah pergi ke pelosok-pelosok desa terpencil, dengan segala macam kemegahan penyambutan, paling lama hanya satu atau dua jam berada disitu, kemudian kembali ke kota-kota untuk bermalam.

Bukankah disanapun bapak-bapak atau ibu-ibu lebih banyak memberi petuah ketimbang mendengarkan suara hati nurani rakyat. Sebenarnya apa peduli rakyat tentang kampanye para calon Gubernur Jawa Barat sekarang ini? mungkin orang-orang di desa-desa seperti petani-petani atau nelayan-nelayan bingung bahkan menganggap kampaye yang dilakukan bapak-bapak dan ibu-ibu itu hanya pencitraan supaya nantinya mereka bisa memilih bapak-bapak dan ibu-ibu untuk menjadi Gubernur Jawa Barat.

Selain itu, ada atau tidaknya bapak-bapak dan ibu-ibu di desa-desa tidak terlalu berpengaruh dengan kehidupan mereka. Rakyat semacam itu benar-benar tidak tahu, kenapa bapak-bapak dan ibu-ibu atau kelompok –kelompok lainnya harus ada yang pro dan kontra. Mereka sungguh-sungguh tidak mengerti, kenapa pula sekelompok yang pro dan yang kontra harus berkelahi beradu fisik atau berkejar-kejaran seperti yang mereka saksikan di televisi. Begitupun dengan rakyat yang tinggal di kota-kota, sebenarnya mereka juga tidak perduli apakah kampanye para calon Gubernur ini perlu atau tidak, dan kenapa semua orang pintar harus berdebat tentang ini.

Mereka hanya merasakan efek dari semua ini, kehidupan mereka yang sudah pahit bertambah pahit lagi karena pulang bekerja terjebak lalu lintas macet karena banyaknya antrian kendaraan yang sedang kampanye. Pernahkah bapak-bapak dan ibu-ibu, membayangkan nasib orang-orang kecil yang pekan lalu harus mengantarkan anaknya ke rumah sakit, atau istrinya yang hendak melahirkan menjadi terhalang karena lalu lintas macet akibat berbagai keriuahan kampanye para calon Gubernur.

Yang mereka masih ingat di setiap kampanye bapak-bapak dan ibu-ibu dari kota datang ke kampung-kampung membagi-bagikan bermacam-macam atribut, hingga mereka merelakan waktu mereka untuk mencari nafkah, mereka rela bergotong royong untuk mendirikan panggung untuk berpidato, dan yang sering bapak-bapak dan ibu-ibu katakan dalam kampanye-kampanye itu, bapak-bapak dan ibu-ibu mengumbar seribu janji bahwa jalan-jalan dikampung mereka akan di aspali, anak-anak mereka akan di sekolahkan gratis, dan bila ke rumah sakit tidak akan bayar, yang semuanya selalu bapak-bapak dan ibu-ibu lupakan sesusai pemilu dan entah kapan akan pernah mereka akan mersakan hal itu. Sebenarnya rakyat tidak memikirkan benar siapa yang harus menjadi gubernur atau walikota pada waktu yang akan datang, mereka juga tidak peduli apakah Gubernur mendatang itu Ahmad Heryawan, Dede Yusuf, Rieke Diah Pitaloka atau yang lainnya yang semua nama besar itu jauh di awang-awang mereka, mereka juga tidak tahu persis kelebihan dan kekurangan tokoh-tokoh tersebut Karena itu pula bagi mereka siapa saja boleh menjadi Gubernur hanya dengan harapan Guberbur mendatang lebih bisa mensejahterakan kehidupan tidak hanya rakyat di kota tapi juga sampai ke desa-desa mereka.

Jadi apa yang sebenarnya rakyat harapkan? Sangat sederhana se sederhana kehidupan mereka sehari-hari mereka hanya berharap siapa pun yang nantinya akan memerintah kehidupan mereka tidak lebih buruk dari yang sudah-sudah dan syukur-syukur bisa lebih baik walau mereka tidak yakin benar.

Yang mereka harapkan, pemerintah benar-benar bisa memberi subsidiuntuk usaha-usaha kecil atau petani-petani di dea-desa kecil, selain itu hasil panen dapat dibeli dengan harga yang layak dan kebutuhan sembako terjangkau dengan daya beli mereka, yang mereka harapkan aparat keamanan benar-benar menjaga keamanan mereka dari pencurian baik hasil pertanian maupun harta mereka yang tidak banyak, dan bukan mencari-cari kesalahan mereka atau memungut uang dari mereka, yang mereka harapkan pejabat daerah di desa-desa benar-benar membantu dan bukan membuat bingun merekan atau bahkan memberatkan warga, yang mereka harapkan kalau pemerintah tidak membantu mereka dengan mengaspal jalan-jalan di desa-desa, rumah sakit gratis untuk warga tidak mampu ataupun sekolah gratis, cukuplah jika rumah dan halaman serta ladang pertanian mereka tak suatu waktu di gusur untuk proyek raksasa dari pusat atau pemerintah daerah sehingga kehidupan mereka tidak bertambah pahit. 

 Kosan Pondok Putih-Lima,Februari,2013 - See more at: http://nasmi7.blogspot.com/2013/04/normal-0-false-false-false-en-us-x-none.html#sthash.WXF80J8O.dpuf

Related Post



Posting Komentar